Budidaya semut rangrang penghasil kroto dengan menggunakan metode semi alam memang terlihat sangat mudah. Penampakan dari media dan habitat murni mirip dengan kehidupan semut rangrang di alam liar.
Namun begitu bukan berarti kita tidak perlu mempertimbangkan baik dan buruknya metode ini. Ada beberapa kelemahan yang disini kami titik beratkan. Yang nantinya semoga kelemahan atau kekurangan metode ini dapat kita teliti dan pelajari. Hingga akhirnya kita dapatkan tehnik budidaya kroto modern yang dapat dilakukan siapa saja dan dimana saja berada.
Beberapa pertimbangan dalam budidaya semut kroto dengan menggunakan metode semi alam:
Kelemahan yg wajib diperhatikan
1. Mutlak memerlukan modal awal yang banyak. Lahan, parit pembatas, serta pengadaan pohon inang sebagai sarang semut. Lahan diutamakan datar karena sangat berhubungan dengan parit pembatas, lahan berundak dalam kemiringan membutuhkan dana lebih untuk pengkotakan parit.
2. Kesulitan proses pemanenan. Hampir bisa dipastikan menggunakan proses manual, seperti penyogrok kroto tradisional. Perbedaan lahan budidaya hanyalah pada jarak sarang ke sarang yang bisa dibuat lebih padat serta pengaturan ketinggian pohon memudahkan pemanenan.
3. Untuk peternak pemula, susah untuk mengetahui umur telur kroto sehingga diharapkan mendapatkan berat maksimal pada saat panen. Selain dengan menggunakan metode hafalan tanggal, mengetahui bobot maksimal kroto pada sarang agak ribet dilakukan karena harus dengan menyentuh sarang langsung.
4. Memakan tempat yang luas. Perbandingan efektifitas tempat sangatlah jauh, selain untuk penempatan pohon masih diperlukan spasi untuk parit dan jarak ke pagar.
Kelebihan metode semi alam
1. Hemat gula sebagai campuran minuman. Kita ketahui untuk sistem rak kita butuh setidaknya 1 kg gula berbanding 6 liter air untuk mengelola 6 rak semut berisi sekitar 700-900 toples per hari rata-rata. Khusus untuk minuman bisa kita hilangkan, karena debit air pada pucuk daun/buah ataupun di ground tanah dan parit sudah lebih cukup. Semut tetap akan tertarik minum tanpa bantuan gula karena proses alam sudah sangat sempurna mencampur air ke dalam makanan dalam wujud serangga ataupun zat pohon.
2. Irit pakan karena berbagai faktor. Selain karena pepohonan dan tanah juga merupakan habitat serangga dan hewan kecil pada umumnya yang notabene disukai semut, beberapa serangga yang pola hidupnya simbiosis dengan semut dan pohon buah juga cukup untuk pemenuhan zat gizi untuk semut seperti berbagai jenis aphid.
Vareasi bentuk pakan lebih leluasa karena tidak perlu mempertimbangkan efek buruk pembusukan pakan seperti pada sistem rak yang rata-rata kandang dekat dengan hunian. Sebagai contoh jika daging dan tulang harus kita cacah dan diberikan sedikit demi sedikit pada sistem rak, maka di dalam metode semi alam daging dari hewan buangan bisa langsung kita berikan. Proses pembusukan di dalam lahan bahkan akan mengundang serangga lain yang memicu terbentuknya makanan baru seperti belatung dan larva-larva lain. Pilihan ragam dari hewan atau makanan sisa juga lebih leluasa, hanya saja perlu kita perhatikan jika lahan berbatasan dengan lahan lain yang berbeda fungsi.
Vareasi bentuk pakan lebih leluasa karena tidak perlu mempertimbangkan efek buruk pembusukan pakan seperti pada sistem rak yang rata-rata kandang dekat dengan hunian. Sebagai contoh jika daging dan tulang harus kita cacah dan diberikan sedikit demi sedikit pada sistem rak, maka di dalam metode semi alam daging dari hewan buangan bisa langsung kita berikan. Proses pembusukan di dalam lahan bahkan akan mengundang serangga lain yang memicu terbentuknya makanan baru seperti belatung dan larva-larva lain. Pilihan ragam dari hewan atau makanan sisa juga lebih leluasa, hanya saja perlu kita perhatikan jika lahan berbatasan dengan lahan lain yang berbeda fungsi.
3. Tidak perlu modifikasi tempat untuk penyesuaian suhu. Bisa dilakukan di lingkungan dengan suhu ekstrim sebagai misal daerah khatulistiwa yang selama ini kita kesulitan karena terlalu panas. Wilayah panas seperti Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa dataran rendah serta beberapa propinsi di Sumatera terutama Lampung, Sumatra Selatan, Riau, Jambi dan lain sebagainya. Semut mempunyai keahlian tersendiri dalam menata sarang yang notabene dari daun, tentang letaknya, sirkulasi udara, intensitas cahaya, kelembaban dan priorotas jalur sudah tertanam dalam naluri semut.
Hal ini juga berlaku untuk daerah sedang dan terlalu dingin. Semut bisa dibilang jago dalam manajemen suhu. Hal awal sebagai gambaran kecocokan lahan, bisa kita survey atau dilihat dari sejarah keberadaan semut di daerah tersebut pada masa lalu. Jika memang pernah ada habitat semut di alam, maka metode semi alam bisa dianggap cocok di daerah tersebut. Rata-rata daerah tropis di Asia memang adalah habitat asli dari semut kroto atau rangrang (oechophylla smaragdina).
Hal ini juga berlaku untuk daerah sedang dan terlalu dingin. Semut bisa dibilang jago dalam manajemen suhu. Hal awal sebagai gambaran kecocokan lahan, bisa kita survey atau dilihat dari sejarah keberadaan semut di daerah tersebut pada masa lalu. Jika memang pernah ada habitat semut di alam, maka metode semi alam bisa dianggap cocok di daerah tersebut. Rata-rata daerah tropis di Asia memang adalah habitat asli dari semut kroto atau rangrang (oechophylla smaragdina).
4. Bisa tumpangsari dengan pohon produktif. Kita ketahui bahwa kebanyakan serangga parasit pada pohon terutama pohon buah sangat digemari semut. Beberapa aphid parasit dan lalat buah, sejenis ngengat atau rayap perusak pohon, belalang, ulat dan parasit lainnya akan terkontrol dengan adanya semut pada pohon.
Jika pengendalian hama memerlukan satu jenis insektisida untuk satu jenis serangga pengganggu, maka semut kroto multi fungsi untuk pengendalian berbagai macam hama. Satu-satunya kesulitan yang ditimbulkan adalah karena gigitan semut itu sendiri mengganggu kita pada saat pengelolaan pohon dan hasil pohon.
Jika pengendalian hama memerlukan satu jenis insektisida untuk satu jenis serangga pengganggu, maka semut kroto multi fungsi untuk pengendalian berbagai macam hama. Satu-satunya kesulitan yang ditimbulkan adalah karena gigitan semut itu sendiri mengganggu kita pada saat pengelolaan pohon dan hasil pohon.
5. Jaminan kesuburan ratu. Aphid sebagai penyedia pokok gizi ratu yang notabene tidak dapat kita buatkan alternatif tersedia dalam jumlah banyak dan berkesinambungan. Ini menjadi sangat vital dikarenakan sampai saat ini tidak ada penelitian yang menghasilkan alternatif aphid. Yang mudah, murah, dan kontinyu selain dari pohon inang sarang semut itu sendiri.
6. Momok musim calon ratu yang disusul pejantan pada budidaya semut dapat kita minimalisir, karena meskipun hasil dari kroto tidak terlalu bagus pada musim ini, namun kekurangan pakan serta ongkos operasional pemeliharaan dapat tertutup tanpa kendala berarti.
7. Efektifitas prosentase keberhasilan pembuatan ratu. Serangga koloni pada umumnya dan termasuk semut melakukan prosesi kawin terbang dalam perkembangbiakannya. Ini berlaku hampir pada sebagian besar serangga kolonial, meski seranga tidak bersayap tetapi calon ratu dan pejantan yang muncul akan bersayap walaupun pada akhirnya rontok ketika musim kawin berakhir.
Prosesi kawin terbang pada semut kroto memungkinkan calon ratu tidak bisa seutuhnya kembali lagi ke tempat semula. Hal ini salah satu kelebihan metode ini daripada budidaya dengan rak.
Setelah prosesi kawin terbang, caltu akan mengasingkan diri di sekitar koloni. Banyaknya daun memungkinkan calon ratu mendapatkan tempat bertapa tanpa adanya gangguan dari koloni primer. Sebelum akhirnya memisahkan diri dari koloni primer untuk membuat koloni sendiri.
Prosesi kawin terbang pada semut kroto memungkinkan calon ratu tidak bisa seutuhnya kembali lagi ke tempat semula. Hal ini salah satu kelebihan metode ini daripada budidaya dengan rak.
Setelah prosesi kawin terbang, caltu akan mengasingkan diri di sekitar koloni. Banyaknya daun memungkinkan calon ratu mendapatkan tempat bertapa tanpa adanya gangguan dari koloni primer. Sebelum akhirnya memisahkan diri dari koloni primer untuk membuat koloni sendiri.
Sangat membantu bosku🙏🙏
ReplyDelete